Jakarta – Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini cocok untuk menggambarkan kondisi Indosat saat ini. Rugi Rp 1,76 triliun, satelit disadap, dan slot orbit dicabut. Lengkap sudah derita Indosat.

Dalam laporan keuangan terbarunya, kerugian Indosat semakin membengkak. Dari rugi Rp 231,2 miliar di semester pertama, terus memburuk jadi Rp 1,766 triliun di kuartal ketiga 2013.

Kondisi keuangan yang morat-marit ini melengkapi derita Indosat yang sebelumnya dipastikan tak lagi mengelola slot orbit satelit di 150.5 BT. Anak usaha Ooredoo ini hanya berhak numpang di slot orbit tersebut sampai satelit Palapa C2 habis masa edarnya di 2015 nanti.

Imbasnya, kerugian yang ditaksir bisa mencapai USD 250 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun dari biaya persiapan satelit Palapa E yang semula direncanakan untuk suksesor Palapa C2 tadi.

Satelit Penyadap

Sudah (kinerja keuangan) jatuh, masih tertimpa tangga (masalah satelit) pula. Derita Indosat soal satelit belum berakhir. Satelit Palapa punya Indosat ini belakangan disebut-sebut sebagai satelit tunggangan untuk penyadapan.

Kabar ini juga telah sampai ke telinga para petinggi di Kementerian Kominfo. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto pun mengatakan akan segera mengklarifikasi isu penyadapan satelit Palapa yang beredar di media massa belakangan ini.

“Bahwasanya satelit dapat disadap sesungguhnya bukan isu baru. Sejauh ini Kominfo belum minta klarifikasi ke Indosat, nanti ada direktorat yang menangani soal itu,” jelasnya saat berbincang dengan detikINET, Jumat (1/11/2013).

Dasar hukum meminta klarifikasi adalah Pasal 21 UU Telekomunikasi No. 36/1999, yang intinya penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan keamanan, ketertiban, kepentingan umum dan kesusilaan.

Sesuai Pasal 21 tersebut, seperti ditegaskan Gatot, ada kewajiban dari operator untuk memastikan bahwa satelitnya memiliki early warning report jika terjadi intersepsi.

Target Intelijen

Kominfo diminta tanggapannya terkait kabar beredar tentang Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang bekerja sama dengan Direktorat Sandi Australia dalam memantau dan menyadap komunikasi sejumlah negara di Asia Pasifik.

Target utama kedua badan intelijen itu ialah Satelit Palapa milik Indonesia yang menyediakan layanan telepon seluler dan komunikasi radio di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Papua Nugini.

Pemantauan itu dilakukan melalui Kedutaan Besar AS dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. “Kami menggunakan kedutaan besar di kawasan kami untuk memantau komunikasi lokal, khususnya percakapan telepon bergelombang mikro,” ungkap pakar intelijen Australia, Des Ball, kepada Australian Broadcasting Corporation.

Ball mengatakan keempat fasilitas spionase tersebut dapat memantau komunikasi sipil serta militer dari kawasan Pasifik tengah hingga wilayah Samudra Hindia.

Gatot menjelaskan, isu penyadapan sudah menjadi perhatian bersama baik regulator, operator satelit dan konsumen itu sendiri, khususnya lembaga-lembaga strategis. Menurutnya, hal yang menjadi masalah adalah dibutuhkan suatu sistem aplikasi tersendiri untuk mengubah enskripsi materi yang dikomunikasikan.

“Hal yang justru kami khawatirkan bukan apakah Indosat sudah buat aplikasi atau belum. Tetapi kami khawatir jika ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan aplikasi untuk menyadap satelit. Selain harga terjangkau, juga karena sulit mengontrolnya,” katanya.

Indosat sendiri berdasarkan catatan memiliki dua satelit yakni Palapa C-2 dan Palapa D. Palapa C-2 sudah habis nilai ekonomisnya. Sebanyak 65% saham Indosat dikuasai oleh Ooredoo. Dalam laporan keuangan di triwulan ketiga 2013, Ooredoo melaporkan Indosat memiliki 53,8 juta pengguna seluler.

 

Sumber : www.detik.com